Musics

Sabtu, 19 Desember 2015

Hukum Pranata dan Pembangunan (Tugas)

1. Pranata pembangunan terdiri dari suatu sistem dan organisasi, jelaskan masing-masing!
Sebagai sebuah sistem dapat diartikan sekumpulan aktor/stakeholder dalam kegiatan membangun (pemilik, perencana, pengawas dan pelaksana) yang merupakan satu kesatuan tak terpisahkan dan memiliki keterkaitan satu dengan yang lain serta memiliki batas-batas yang jelas untuk mencapai satu tujuan.
Sebagai suatu perkumpulan/organisasi maka dapat diartikan sebagi perkumpulan ( kelompok) yang memiliki hubungan yang bergantung pada tujuan akhir yang sering dinyatakan dengan kontrak.
2. Apa hubungan antara owner, konsultan, dan kontraktor, jelaskan!
3
KONTRAKTUAL merupakan hubungan profesional yang didasarkan atas kesepakatn-kesepakatan dalam suatu kontrak yang menuntut adanya keahlian profesi masing-masing sesuai bidang.
KOORDINASI merupakan tujuan untuk mewujudkan keinginan pengguna jasa, yang secara teknik dapat diukur melalui efisiensi dan efektivitas dari kalitas produk yang dihasilkan.
3. Berikan contoh bentuk kerjasama antara pelaku pembangunan beserta tugas dan kewajiban masing-masing!
SURAT PERJANJIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN PEMBANGUNAN RUMAH TINGGAL
Bogor, kamis tanggal 21 bulan juni tahun 2012, kami yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Mujiono
Alamat :Jl. Contoh Surat Resmi No. 99, Cibinong Bogor
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
No KTP : 0123456789
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Pemilik Rumah disebut sebagai PIHAK PERTAMA.
Nama : Sulamun
Jabatan : Direktur CV
Alamat : Jl. Contoh Surat Perjanjian No. 214, Cibinong Bogor
No KTP : 9876543210
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama CV. Sukasenang Jaya selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA.
Berdasarkan Penawaran Harga Surat dari CV. Sukasenang Jaya
Nomor : 3128
Tanggal : 20 Juni 2012
Kedua belah pihak dengan ini menyatakan telah setuju dan sepakat untuk mengikat diri dalam suatu perjanjian dalam bidang pelaksanaan Pembangunan Rumah Tinggal dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam pasal-pasal tersebut dibawah ini :
Pasal 1
TUGAS PEKERJAAN
(1) PIHAK PERTAMA memberikan tugas kepada PIHAK KEDUA dan PIHAK KEDUA menerima tugas tersebut, yaitu untuk melaksanakan Pembangunan Rumah Tinggal Beralamat Jl. Surat Kuasa No. 339, Cibinong Bogor
(2) Lingkup Pekerjaan secara terperinci adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan ini.
Pasal 2
DASAR PELAKSANAAN PEKERJAAN
Pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, harus dilaksanakan oleh PIHAK KEDUA sesuai dengan :
a. Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS)
b. Petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh PIHAK PERTAMA baik secara lisan maupun tulisan.
Pasal 3
JANGKA WAKTU PELAKSANAAN DAN MASA PEMELIHARAAN
(1) Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan ditetapkan selama 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak dikeluarkannya Surat Perintah Mulai Kerja tanggal 22 juni 2012 dan harus sudah selesai dan diserahkan paling lambat tanggal 25 juni 2012
(2) Waktu penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatas, tidak dapat diubah oleh PIHAK KEDUA, kecuali adanya keadaan memaksa sebagaimana telah diatur dalam perjanjian ini.
(3) Masa Pemeliharaan adalah 30 (tiga puluh) hari kalender, terhitung mulai serah terima Pertama pekerjaan dimaksud.
Pasal 4
SUB KONTRAKTOR
(1) Apabila suatu bagian pekerjaan akan diserahkan kepada suatu sub kontraktor, maka PIHAK KEDUA harus memberitahukan secara tertulis kepada PIHAK PERTAMA, hubungan antara PIHAK KEDUA dengan sub kontraktor menjadi tanggung jawab PIHAK KEDUA
(2) Jika ternyata PIHAK KEDUA telah menyerahkan pekerjaan kepada sub kontraktor tanpa persetujuan pengawas, maka setelah pengawas memberikan peringatan tertulis kepada PIHAK KEDUA, PIHAK KEDUA harus mengembalikan keadaan sehingga sesuai dengan isi surat perjanjian ini, semua biaya yang dikeluarkan oleh PIHAK KEDUA atau sub kontraktor untukpekerjaan yang dilakukan oleh sub kontraktor itu, ditanggung oleh PIHAK KEDUA sendiri.
(3) Untuk bagian-bagian pekerjaan yang diserahkan kepada sub kontraktor atas sepengetahuan PIHAK PERTAMA, maka PIHAK KEDUA harus melakukan koordinasi yang baik, serta penuh tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh sub kontraktor, serta melakukan pengawasan bersama-sama pengawas.
Pasal 5
JAMINAN PELAKSANAAN
(1) Pemborong yang ditunjuk sebagai pemenang lelang sebelum menandatangani kontrak diwajibkan memberikan jaminan pelaksanaan sebesar 5 % dari nilai kontrak yaitu Rp. 100.000.000,-(seratus juta rupiah).
(2) Pada saat Jaminan Pelaksanaan diterima, maka jaminan penawaran akan dikembalikan.
(3) Jaminan Pelaksanaan menjadi milik PEMILIK RUMAH apabila ;
– Dalam hal pemenang lelang dalam waktu yang telah ditetapkan tidak melaksanakan pekerjaan/penyerahan barang
– Dalam hal pemenang lelang mengundurkan diri setelah menandatangani kontrak.
Pasal 6
HARGA BORONGAN
(1) Jumlah harga borongan untuk pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 perjanjian ini adalah sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) termasuk pajak–pajak yang dibebankan kepada PEMILIK RUMAH dan merupakan jumlah yang tetap dan pasti (lumpsum fixed price).
(2) Dalam jumlah harga borongan tersebut pada ayat (1) di atas, sudah termasuk pajak-pajak dan biaya-biaya lainnya yang harus dibayarkan PIHAK KEDUA sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 7
CARA PEMBAYARAN
a) Uang muka kerja sebesar 20 % dari nilai Kontrak yaitu sebesar :
20 % x Rp. 100.000.000,- = Rp. 5.000.000,- setelah menyerahkan jaminan uang muka yang diberikan oleh Bank Umum atau Asuransi yang telah mendapatkan dukungan perusahaan Asuransi dalam dan luar negeri yang cukup bonafit.
b) Pembayaran Pertama sebesar 40 % dari nilai Kontrak dikurangi dengan angsuran pengembalian uang muka yang telah diambil, dibayarkan setelah fisik dilapangan mencapai 45% yang dibuktikan dengan Berita acara Pemeriksaan Lapangan dengan perincian :
Pembayaran Angsuran Pertama = 40% x Rp. 100.000.000,- = Rp. 25.000.000,-
Potongan Uang Muka = 40% x Rp. 100.000.000,- = Rp. 25.000.000,-,-
Jumlah Pembayaran Angsuran Pertama sebesar Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah)
c) Pembayaran Kedua sebesar 40 % dari nilai Kontrak dikurangi dengan angsuran pengembalian uang muka yang telah diambil, dibayarkan setelah fisik di lapangan mencapai 85% yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemeriksaan Lapangan dengan perincian :
Pembayaran Angsuran Pertama = 40% x Rp. 100.000.000,- = Rp. 2.500.000,-
Potongan Uang Muka = 40% x Rp. 100.000.000,- = Rp. 2.500.000,-
Jumlah Pembayaran Angsuran Kedua sebesar Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah)
d) Pembayaran Ketiga sebesar 15 % dari nilai Kontrak dikurangi dengan angsuran pengembalian uang muka yang telah diambil, dibayarkan setelah fisik dilapangan mencapai 100% yang dibuktikan dengan Berita acara Pemeriksaan Lapangan dengan perincian :
Pembayaran Angsuran Ketiga = 15% x Rp. 100.000.000,- = Rp. 12.000.000,-
Potongan Uang Muka = 20% x Rp. 100.000.000,- = Rp. 12.500.000,-
Jumlah Pembayaran Angsuran Ketiga Rp. 23.500.000 (dua puluh tiga juta lima ratus ribu rupiah)
e) Pembayaran Terakhir sebesar 5 % dari nilai Kontrak yaitu sebesar Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah) dibayarkan setelah berakhirnya masa pemeliharaan dan telah diadakan serah terima pekerjaan tersebut kepada PIHAK PERTAMA yang dibuktikan dengan Berita Acara Penyerahan Kedua untuk Pekerjaan dimaksud dengan catatan :
1) Pembayaran dapat dilakukan dalam beberapa termin/angsuran sesuai dengan kebutuhan kondisi ;
2) Perincian pembayaran tiap termin/angsuran diperhitungkan nilai kontrak dikurangi besarnya uang muka
Pasal 8
PENYERAHAN PEKERJAAN
(1) Sebelum pekerjaan diserahkan kepada PIHAK PERTAMA, maka PIHAK KEDUA berkewajiban untuk memberitahukan terlebih dahulu kepada PIHAK PERTAMA.
(2) Penyerahan pekerjaan harus dilakukan dan dinyatakan dalam Berita Acara Penyerahan Pekerjaan, apabila PIHAK KEDUA sudah menyelesaikan seluruh pekerjaan (selesai 100 %) sesuai persyaratan dan ketentuan yang berlaku dalam spesifikasi teknis.
Pasal 9
DENDA-DENDA DAN SANKSI-SANKSI
Keterlambatan penyelesaian/penyerahan pekerjaan dari jangka waktu yang telah ditetapkan dalam Perjanjian ini, akan dikenakan denda/sanksi sebesar 1 ‰ (satu permil) untuk setiap hari keterlambatan dengan maksimum 5 % (lima persen) dari jumlah harga borongan.
PASAL 10
KENAIKAN HARGA DAN FORCE MAJEURE
a) Semua kenaikan harga borongan dan lain-lainnya, selama pelaksanaan pekerjaan ini, ditanggung sepenuhnya oleh PIHAK KEDUA
b) Hal-hal yang termasuk Force Majeure dalam kontrak ini adalah :
– Bencana Alam (gempa bumi, banjir, gunung meletus, longsor, kebakaran, huru-hara, peperangan, pemberontakan dan epidemi).
– Kebijakan Pemerintah yang dapat mengakibatkan keterlambatan pelaksanaan/penyelesaian pekerjaan.
c) Apabila terjadi Force Majeure, PIHAK KEDUA harus memberitahukan kepada PIHAK PERTAMA secara tertulis, selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari sejak terjadinya Force Majeure disertai bukti yang sah, demikian juga pada waktu Force Majeure berakhir.
d) Keterlambatan karena Force Majeure tidak dikenakan denda.
Pasal 11
PEKERJAAN TAMBAH KURANG
(1) Semua pekerjaan tambah atau kurang harus dikerjakan atas perintah dan tertulis dari PIHAK PERTAMA.
(2) Pekerjaan tambah atau kurang yang dikerjakan PIHAK KEDUA tanpa seizin PIHAK PERTAMA, akibatnya harus ditanggung PIHAK KEDUA.
Pasal 12
PEMBATALAN PERJANJIAN
1) PIHAK PERTAMA berhak membatalkan/memutuskan perjanjian ini secara sepihak dengan pemberitahuan tertulis tiga hari sebelumnya, setelah memberikan peringatan/teguran tiga kali berurutturut dan PIHAK KEDUA tidak mengindahkan peringatan tersebut ;
2) Pembatalan/pemutusan perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut dilakukan apabila PIHAK KEDUA melakukan hal-hal sebagai berikut :
– Memberikan keterangan tidak benar yang merugikan atau dapat merugikan PIHAK PERTAMA.
– Tidak dapat melaksanakan/melanjutan pekerjaan.
– Memborongkan sebagian atau seluruh pekerjaan kepada PIHAK KETIGA tanpa persetujuan PIHAK PERTAMA.
– Apabila jumlah denda keterlambatan telah mencapai maksimum 5 % dari jumlah harga borongan ini.
3) Jika terjadi pembatalan/pemutusan perjanjian secara sepihak oleh PIHAK PERTAMA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut di atas, maka PIHAK PERTAMA dapat menunjuk pemborong lain untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut dan PIHAK KEDUA harus menyerahkan kepada PIHAK PERTAMA segala dokumen yang berhubungan dengan Perjanjian ini.
Pasal 13
BEA MATERAI DAN PAJAK-PAJAK
Bea materai dan pajak-pajak yang timbul akibat dari perjanjian ini seluruhnya dibebankan kepada PIHAK KEDUA, dilunasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 14
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
(1) Apabila terjadi perselisihan antara kedua belah pihak, maka pada dasarnya akan diselesaikan secara musyawarah.
(2) Apabila musyawarah tidak tercapai, maka penyelesaian terakhir diserahkan kepada putusan Pengadilan Negeri yang dalam hal ini kedua belah pihak memilih domisili tetap di Kantor Pengadilan Negeri setempat.
Pasal 15
HAK DAN KEWAJIBAN
(1) PIHAK KEDUA berkewajiban menjaga lingkungan agar tidak terjadi gangguan terhadap lingkungan hidup sebagai akibat dari kegiatan PIHAK KEDUA.
(2) PIHAK PERTAMA berhak memerintahkan kepada PIHAK KEDUA mengeluarkan dari tempat pekerjaan sebagian atau seluruh bahan yang tidak lagi memenuhi spesifikasi teknik.
(3) PIHAK KEDUA bertanggung jawab terhadap barang milik Daerah yang dipinjamkan dan/atau diserahkan kepada PIHAK KEDUA meliputi pemeliharaan, menjaga kondisi, perbaikan atau kerusakan, penggantian atas milik Daerah tersebut.
Pasal 16
KESELAMATAN KERJA
(1) Selama pelaksanaan pekerjaan, PIHAK KEDUA wajib memperhatikan tanggung jawab atas keselamatan kerja, baik di lingkungan pekerjaan maupun keamanan umum dan ketertiban di tempat kerja.
(2) PIHAK KEDUA berkewajiban mengasuransikan tenaga kerja borongan/harian lepas, yang dipekerjakan untuk paket pekerjaan ini.
(3) PIHAK KEDUA berkewajiban membayar asuransi bagi tenaga kerja borongan/harian lepas, yang dipekerjakan untuk paket pekerjaan ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 17
LAIN – LAIN
Segala sesuatu yang belum diatur dalam Surat Perjanjian ini atau perubahan yang dipandang perlu oleh kedua belah pihak akan diatur lebih lanjut dalam Surat Perjanjian Tambahan (Addendum) dan merupakan perjanjian yang tidak terpisahkan dari perjanjian ini.
PASAL 18
KETENTUAN PENUTUP
(1) Dengan telah ditanda tangani Perjanjian ini oleh kedua belah pihak pada hari dan tanggal sebagaimana tersebut diatas, maka seluruh ketentuan yang tercantum dalam pasal-pasal dan lampiranlampiran perjajian ini mempunyai kekuatan hukum mengikat kedua belah pihak sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
(2) Perjanjian ini dibuat dalam rangkap 6 (enam) bermaterai cukup masing-masing untuk PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA serta masing-masing rangkap mempunyai kekuatan hukum yang sama dan dinyatakan berlaku sejak diterbitkannya Surat Perintah Mulai Kerja.
4. Sebutkan empat unsur dari hukum pranata pembangunan dan jelaskan!
Manusia
Unsur pokok dari pembangunan yang paling utama adalah manusia. Karena manusia merupakan sumber daya paling utama dalam menentukan pengembangan pembangunan.
SDA
Sumber daya alam merupakan faktor penting dalam pembangunan yang mana sebagai sumber utama dalam pembuatan bahan material untuk proses pembangunan.
Modal
Modal faktor penting untuk mengembangkan aspek pembangunan dalam suatu daerah. Apabila semakin banyak modal yang tersedia semakin pesat pembangunan suatu daerah.
Teknologi
Teknologi saat ini menjadi faktor utama dalam proses pembangunan. Dengan teknologi dapat mempermudah, mempercepat proses pembangunan
5. Undang-undang apa saja yang berhubungan dengan hukum pranata pembangunan? Berikan 3 saja dan jelaskan!
HUKUM DAN PRANATA PEMBANGUNAN UNDANG – UNDANG NO.4 tahun 1992 tentang Perumahan & Pemukiman. Dalam Undang – Undang ini terdapat 10 BAB (42 pasal) antara lain yang mengatur tentang :
1. Ketentuan Umum ( 2 pasal )
2. Asas dan Tujuan (2 pasal )
3. Perumahan ( 13 pasal )
4. Pemukiman ( 11 pasal )
5. Peran Serta Masyarakat ( 1 pasal )
6. Pembinaan (6 pasal )
7. Ketentuan Piadana ( 2 pasal )
8. Ketentuan Lain – lain ( 2 pasal )
9. Ketentuan Peralihan ( 1 pasal )
10. Ketentuan Penutup ( 2 pasal )
Pada Bab 1 berisi antara lain :
1. Fungsi dari rumah
2. Fungsi dari Perumahan
3. Apa itu Pemukiman baik juga fungsinya
4. Satuan lingkungan pemukiman
5. Prasarana lingkungan
6. Sarana lingkungan
7. Utilitas umum
8. Kawasan siap bangun
9. Lingkungan siap bangun
10. Kaveling tanah matang
11. Konsolidasi tanah permukiman
Bab 2 Asas dan Tujuan, isi dari bab ini antara lain : Penataan perumahan dan permukiman berlandaskan pada asas manfaat, adil dan merata, kebersamaan dan kekeluargaan, kepercayaan pada diri sendiri, keterjangkauan, dan kelestarian lingkungan hidup.
Tujuan penataan perumahaan dan pemukiman :
• Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat
• Mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur
• Memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang rasional
• menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan bidangbidang lain.
Bab 3 Perumahan, isi bab ini antara lain :
• hak untuk menempati /memiliki rumah tinggal yang layak
• kewajiban dan tanggung jawab untuk pembangunan perumahan dan pemukiman
• pembangunan dilakukan oleh pemilik hak tanah saja
• pembangunan yang dilakukan oleh bukan pemilik tanah harus dapat persetuan dari pemilik tanah / perjanjian
• kewajiban yang harus dipenuhi oleh yang ingin membangun rumah / perumahan
• pengalihan status dan hak atas rumah yang dikuasai Negara
• Pemerintah mengendalikan harga sewa rumah
• Sengketa yang berkaitan dengan pemilikan dan pemanfaatan rumah diselesaikan melalui badan peradilan
• Pemilikan rumah dapat beralih dan dialihkan dengan cara pewarisan
• dll
6. Kota mana sja yang telah menerapkan RTH 30% dari luas wilayah, dan RTH publik 20% dari luas wilayah kota?
Kota Bandung
Saat ini Kota Bandung baru memiliki sekitar 1700 hektare RTH. Sedangkan idealnya RTH untuk kota yang memiliki luas 16.729,65 hektare ini adalah sekitar 6000 hektare. data Badan Pengendalian Lingkungan Hidup 2007, ruang terbuka hijau di Kota Bandung kini tersisa 8,76 persen. Padahal idealnya sebuah kota harus memiliki ruang terbuka hijau seluas 30 persen dari total luas kota, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Ruang tebuka hijau di Metropolitan Bandung terdiri dari kawasan lindung dan kawasan budidaya. Pada kenyataannya ruang terbuka hijau pada kawasan lindung beralih fungsi menjadi kawasan terbangun, sehingga ruang terbuka hijau yang selama ini berfungsi sebagai resapan air, tidak lagi dapat menampung limpasan air hujan yang turun ke bumi. Hal ini mengakibatkan terjadinya banjir di beberapa titik. Jika Kota Bandung tanpa RTH, sinar matahari yang menyinari itu 90% akan menempel di aspal, genting rumah, dan bangunan lainnya yang ada. sementara sisanya yang 10% akan kembali ke angkasa. Hal itu memicu udara Kota Bandung menjadi panas. Namun, jika bandung memiliki RTH sesuai dengan angka ideal, maka sinar matahari itu 80% diserap oleh pepohonan untuk fotosintesis, 10% kembali ke angkasa, dan 10% nya lagi yang menempel di bangunan, aspal dan lainnya.
Kota Surabaya
RTH di Kota Surabaya sendiri telah mencapai 22,26 persen atau 171,68 hektar dari total luas wilayah kota. Surabaya unggul sebagai kota besar ramah lingkungan dan humanis. Surabaya saat ini mengembangkan penataan yang tersebar ke seluruh penjuru kota. Dengan demikian, warga kotanya bisa beraktivitas di wilayah masing-masing atau dekat dengan tempat tinggalnya. Pembangunan RTH di Surabaya tidak diaglomerasikan ke satu titik, melainkan menyebar dengan mengembangkan sentra komunitas di setiap titk strategis kota.
Di setiap titik strategis seluruh wilayah kota itu dibangun pula taman-taman lengkap dengan akses WiFi, pedestrian, dan jalur sepeda sebagai ruang terbuka hijau di luar ruang rekreasi, lapangan olahraga, dan pemakaman.
Kota Surabaya juga sadar bahwa peningkatan kualitas lingkungan akan lebih mudah apabila melibatkan peran serta masyarakat. Program-program seperti “Urban Farming”, “Surabaya Green and Clean”, “Surabaya Berwarna Bunga”, dan meningkatkan kembali implementasi 3R (Reuse, Reduce, Recycle) dalam pengelolaan sampah, dilakukan dalam rangka membentuk kota hijau yang sehat. Itulah sebabnya saat ini Surabaya mendapat predikat sebagai “kota untuk warganya”. Tak kalah penting, kota ini juga digelari The Most Green and Livable City in Indonesia.
Menurut Peraturan Daerah Kota Surabaya nomor 07 tahun 2002, tentang pengelolaan ruang terbuka hijau disebutkan bahwa ruang terbuka hijau tak hanya berupa hutan kota, melainkan kawasan hijau yang berfungsi sebagai pertamanan, rekreasi, permakaman, pertanian, jalur hijau, dan pekarangan.


Sumber :

Jumat, 20 November 2015

RUSUNAMI, RUSUNAWA DAN RUSUN

Rumah Susun menurut kamus besar Indonesia merupakan gabungan dari pengertian rumah dan pengertian susun. Rumah yaitu bangunan untuk tempat tinggal, sedangkan pengertian susun yaitu seperangkat barang yang diatur secara bertingkat. Jadi pengertian Rumah Susun adalah bangunan untuk tempat tinggal yang diatur secara bertingkat. Pengertian rumah susun sederhana sewa, yang selanjutnya disebut rusunawa berdasarkan PERMEN No.14/ 2007 tentang Pengelolaan Rumah Susun Sederhana sewa yaitu bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing digunakan secara terpisah, status penguasaannya sewa serta dibangun dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan fungsi utamanya sebagai hunian.
UU no 1 tahun 2011 Tentang Perumahan & Pemukiman
Pasal 151
(1) Setiap orang yang menyelenggarakan pembangunan perumahan, yang tidak membangun perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). (2) Selain pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dijatuhi pidana tambahan berupa membangun kembali perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan.
Pasal 152
Setiap orang yang menyewakan atau mengalihkan kepemilikannya atas rumah umum kepada pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pasal 153
(1) Setiap orang yang menyelenggaraan lingkungan hunian atau Kasiba yang tidak memisahkan lingkungan hunian atau Kasiba menjadi satuan lingkungan perumahan atau Lisiba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). (2) Selain pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaku dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan izin.
Dan ada lagi pasal 154,156-163 Tentang Perumahan & Pemukiman Tujuan pembangunan rusun
seperti yang tercantum dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011:
1. meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang dan tanah, serta menyediakan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan dalam menciptakan kawasan permukiman yang lengkap serta serasi dan seimbang dengan memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;  2. mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan permukiman kumuh; 3.      mengarahkan pengembangan kawasan perkotaan yang serasi, seimbang, efisien, dan produktif; 4.  memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi yang menunjang kehidupan penghuni dan masyarakat dengan tetap mengutamakan tujuan pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman yang layak, terutama bagi MBR; 5.      memberdayakan para pemangku kepentingan di bidang pembangunan rumah susun;  6. menjamin terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak dan terjangkau, terutama bagi MBR dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan dalam suatu sistem tata kelola perumahan dan permukiman yang terpadu; dan  7. memberikan kepastian hukum dalam penyediaan, kepenghunian, pengelolaan, dan kepemilikan rumah susun.
RUSUNAWA
Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa), yang berlokasi di Jalan Lingkar Selatan Sukakarya Warudoyong Kota Sukabumi, saat ini sudah berjalan 90 persen. Artinya, tidak lama lagi pembangunan Rusunawa yang sangat diinginkan oleh warga masyarakat yang kurang mampu di Kota Sukabumi, segera dapat di huni dalam waktu dekat. Demikian dikatakan Kepala Distarumkim (Dinas Tata Ruang, Perumahan dan Permukiman) Kota Sukabumi, Rudi Djuansyah, ia menargetkan akhir tahun 2014 ini, Rusunawa sudah dapat dioperasikan. “Pembangunan Rusunawa merupakan program pemerintah Kota sukabumi dalam rangka menyediakan rumah layak bagi masyarakat,” katanya. Menyinggung proses pembangunan Rusunawa tersebut, Rudi yang ditemui di ruang kerjanya Senin (13/10/2014) menyebutkan, untuk anggaran pembangunannya Pemerintah daerah (Pemda) Kota sukabumi mendapatkan subsidi dari Kementerian PU (Pekerjaan Umum) yang tidak lain menggunakan anggaran APBN 2014. “Pembangunan Rusunawa tersebut murni berasal dari APBN Pemerintah Pusat melalui Kementrian PU, sementara Pemda Kota Sukabumi hanya berperan sebatas menyediakan lahannya saja,” ujar Rudi. Diluar pembangunan Rusunawa, ia menyebutkan Pemda Kota Sukabumi rencananya akan menganggarkan dana yang berasal dari APBD untuk kemudian dialokasikan terkait dengan pengadaan fasilitas yang dibutuhkan oleh Rusunawa. “Fasilitas penunjang lainnya, seperti pagar. Dan pengadaan yang lain sesuai dengan kebutuhan, Pemda akan mengalokasikan dana APBD pada tahun mendatang  setelah pembangunan Rusunawa tersebut selesai,” paparnya. Untuk diketahui, uji coba harga sewa Rusunawa tersebut sesuai dengan aturan Rusunawa, serta Perda (Peraturan Daerah) Kota Sukabumi Nomor 2 Tahun 2014, dan Perwal (Peraturan Wali kota) Sukabumi Nomor 1 Tahun 2014, Tentang Uji Coba Harga Sewa Rusunawa Kota Sukabumi. Satuan bangunan Rusunawa tersebut dibangun dengan type 24 atau ukuran 24 meter persegi, Yang terdiri dari kamar tidur, ruang tamu, dapur, kamar mandi dan tempat menjemur pakaian masing-masing satu unit. “Sedangkan untuk calon penghuni Rusunawa tersebut, diprioritaskan bagi warga masyarakat yang berpenghasilan rendah.” Pungkasnya. (Red/EKO)    Gubernur DKI Jakarta Jokowi melakukan ground breaking atau peletakan batu pertama pembangunan Rumah Susun Sewa (Rusunawa) di Rawa Bebek, Pulogebang, Cakung, Jakarta Timur. PembangunanRusunawa ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan tempat tinggal warga Jakarta.
Proses dimulainya pembangunan Rusunawa Rawa Bebek ditandai dengan menekanan tombol Sirine oleh Jokowi. Jokowi didampingi Wali Kota Jakarta Timur Krisdianto, Direktur PT Summarecon Adrianto P Hadi, dan Kepala Dinas Perumahan dan Gedung Jonathan Pasodung.
“Hari ini Rabu 10 September 2014 Ground Breaking Pembangunan Rusunawa Rawa Bebek Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, saya nyatakan dimulai,” kata Jokowi, sambil menekan tombol sirine, Rabu (10/9/2014).
Kepala Dinas Perumahan dan Gedung, Jonathan Pasodung mengatakan, di kawasan Rawa Bebek akan dibangun 14 blok rumah susun berlantai 6 dan 2 tower berlantai 16. Pembangunan ini dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta, Menpera, dan Summarecon sebagai pengembang.
“DKI Jakarta bangun 2 tower 4 blok, 4 blok dibangun Summarecon, 4 blok dibangun Menpera. Targetnya 2016 awal sudah selesai, tapi kami ingin 2015 justru sudah selesai dibangun,” jelas Jonathan.
Sementara, Direktur PT Summarecon Agung TBK, Adrianto P Adi mengatakan, pembangunan Rusunawa ini sebagai tanggung jawab pihaknya atas pembangunan Grand Orchard Kepala Gading yang telah dibangun. Summarecon khusus membangun 4 blok di kawasan Rusunawa Rawa Bebek.
“Pembangunan rusun ini bentuk dukungan terhadap kebijakan Pemprov DKI yang sangat membutuhkan rusun. Kami juga mendukung program Gubernur memodernkan Jakarta saat yang sama tidak melupakan warga di rumah kumuh dan memindahkan ke rusun. Kami mendukung dengan membangun 4 blok di sini,” ungkap Adrianto.
Rusunawa Rawa Bebek yang dibangun Summarecon ini akan terdiri dari 4 blok dengan 6 lantai di masing-masing blok. Berbeda dengan rusunawa lainnya, Rusunawa Rawa Bebek akan dilengkapi dengan berbagai fasilitas umum penunjang.
Lantai 1 rusunawa akan berisi ruang pengurus RT, ruang pengelola, ruang pembayaran retribusi, ruang sebaguna, ruang duka, unit difabel, ruang keamanan, musala, gudang, hingga ruang komersial.
Sementara, setiap lantainya terdapat 20 unit rusun. Artinya, rusunawa ini menyediakan 400 unit Rusunawa untuk warga. Rusunawa yang dibangun di atas lahan 176.488 meter persegi itu juga akan dilengkapi lift. Diperkirakan, pembangunan Rusunawa akan selesai pada September 2015. (Yus)
RUSUNAMI
Untuk bisa menyediakan hunian bersubsidi untuk rakyat, ke depan Perumnas lebih mengarahkan pembangunannya pada rumah susun sederhana milik (rusunami). Hal tersebut sejalan dengan program Kementerian Perumahan Rakyat untuk menyediakan rumah murah. Tantangannya hanya satu; keterbatasan lahan yang makin mahal.
Direktur Utama Perumnas Himawan Arief mengatakan, Perumnas akan segera membangun sekitar 15 tower rusunami di beberapa kawasan. Beberapa lokasi dan perizinan yang sudah disiapkan untuk rencana itu antara lain di kawasan Antapani, Bandung, sekitar ada 3 tower, di Cengkareng, Jakarta, sebanyak 7 tower, dan di Karawang ada 3 hektar yang juga telah disiapkan menjadi lahan rusunami.
Untuk di Cengkareng, harga rusunami dibanderol sebesar Rp 200 sampai Rp 300 Juta. Konstruksinya akan dimulai tahun ini dan ditargetkan akan rampung dalam dua tahun. Untuk tujuan tersebut Perumnas menggelontorkan dana pembangunan tiap 1 tower sebesar Rp100 miliar.
“Ini akan menjadi bagian dari rencana Perumnas membangun 200 tower rusunami di DKI Jakarta. Tahun ini kami meargetkan bisa membangun 35 tower rusunami yang tersebar di wilayah provinsi DKI Jakarta,” ujar Himawan kepada wartawan di acara HUT ke-40 dan peluncuran logo baru Perumnas di Jakarta, Jumat (19/7/2014) malam.
Dia mengatakan, 100 tower itu akan dibangun di atas lahan Perumnas yang kini memiliki cadangan lahan (land bank) 2000 hektar. Terakhir, setelah bersinergi dengan BUMN lain, yaitu PTPN, total cadangan lahannya bertambah menjadi 3000 hektar.
“Memang berat, untuk rumah susun sederhana sewa (rusunawa) saja kami sudah tak bisa minta subsidi pemerintah, itu sudah mentok, padahal ini kan untuk MBR. Bayangkan, sewanya saja ada yang masih Rp 30 ribu per bulan. Tahun ini baru akan kami naikkan menjadi Rp 60 ribu per bulan. Itu saja sudah dikomplain,” katanya.
Adapun untuk porsi landed house atau rumah tapak bersubsidi, lanjut Himawan, Perumnas hanya akan lebih fokus pada kawasan tertinggal atau pedalaman (remote area). Pembangunan rumah murah tersebut lebih ditujukan untuk pegawai negeri sipil (PNS).
Pihak yang menyediakan fasilitas rusunawa dan rusunami
(Dinas Tata Ruang, Perumahan dan Permukiman), Pemda Kota, Pemprov DKI , Perumnas
CONTOH RUSUN
kawasan-rumah-susun-sederhana-sewa-rusunawa-marunda-jakarta-utara-_130129121213-691
rusunawa



Source : 

Ruang Terbuka Hijau

ISI UNDANG-UNDANG NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG
Isi UU No. 26 tahun 2007 adalah tentang Penataan Ruang , yaitu terwujudnya ruang nusantara yang mewadahi aspek-aspek penting kehidupan masyarakat
  • masyarakat merasa aman dan terlindungi dalam menjalankan rutinitasnya
  • Masyarakat mempunyai kesempatan dalam mengapresiasi kebudayaan di sekitarnya, tanpa terganjal hal apapun.
  • Masyarakat aktif menghasilkan nilai hal-hal yang menambah daya saingnya dalam lingkungan
  • Kulitas lingkungan yang ditinggali masyarakat tidak hanya baik untuk saat ini, tetapi juga untuk masa yang mendatang.
Visi diatas dapat terwujud jika setiap wilayah memperhatikan aspek-aspek sumber daya lingkungan hidup. Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 pasal 3 yaitu bahwa penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dengan terwujudnya:
  • keharmonisan antara lingkungan alami dan buatan;
  • keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
  • perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadal lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Sedangkan dalam pasal 6 ayat (1) mempertegas bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan potensi khusus sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan serta kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai suatu kesatuan.
Pada pasal 17 memuat bahwa proporsi kawasan hutan paling sedikit 30% dari luas daerah aliran sungai (DAS) yang dimaksudkan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Pasal 28 sampai dengan pasal 30 memuat bahwa proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota minimal 30% di mana proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota minimal 10%. Sedangkan pasal 48 memuat bahwa penataan ruang kawasan perdesaan diarahkan antara lain, untuk:
(1) pertahanan kualitas lingkungan setempat dan wilayah yang didukungnya;
(2) konservasi sumber daya alam; dan
(3) pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan untuk ketahahan pangan
Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona peruntukan sesuai dengan rencana rinci tata ruang. Ketentuan yang harus, boleh, dan tidak boleh dilaksanakan pada zona pemanfaatan ruang terdiri dari:
(1) ketentuan tentang ’amplop’ ruang (koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, koefisien dasar ruang hijau,garis sempadan);
(2) penyediaan sarana dan prasarana;
(3) ketentuan pemanfaatan ruang yang terkait dengan keselamatan penerbangan, pembangunan pemancar alat komunikasi, dan pembangunan jaringan listrik tegangan tinggi
Di UU ini juga di jelaskan secara eksplisit diuraikan tentang penegasan hal, kewajiban serta peran masyarakat, yaitu:
Pasal 60 : Setiap orang berhak untuk :
  1. mengetahui Rencana Tata Ruang;
  2. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
  3. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan perencanaan Tata Ruang;
  4. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tak sesuai dengan Rencana Tata Ruang di wilayahnya. Pasal 61: Dalam pemanfaatannya setiap orang wajib :
  1. menaati Rencana Tata Ruang yang telah ditetapkan;
  2. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang;
  3. memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang, dan
  4. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum

RUANG TERBUKA HIJAU

RUANG TERBUKA dan RUANG TERBUKA HIJAU

  1. RUANG TERBUKA (OPENSPACE)
 Sampai saat ini pemanfaatan ruang masih belum sesuai dengan harapan yakni terwujudnya ruang yang nyaman, produktif dan berkelanjutan. Menurunnya kualitas permukiman di perkotaan bisa dilihat dari kemacetan yang semakin parah, berkembangnya kawasan kumuh yang rentan dengan bencana banjir/longsor serta semakin hilangnya ruang terbuka (Openspace) untuk artikulasi dan kesehatan masyarakat.
Sebagai wahana interaksi sosial, ruang terbuka diharapkan dapat mempertautkan seluruh anggota masyarakat tanpa membedakan latar belakang sosial,  ekonomi, dan budaya. Aktivitas di ruang publik dapat bercerita secara gamblang seberapa pesat dinamika kehidupan sosial suatu masyarakat.
Ruang terbuka menciptakan karakter masyarakat kota. Tanpa ruang-ruang publik masyarakat yang terbentuk adalah masyarakatmaverick yang nonkonformis-individualis-asosial, yang anggota-anggotanya tidak mampu berinteraksi apalagi bekerja sama satu sama lain. Agar efektif sebagai mimbar, ruang publik haruslah netral. Artinya, bisa dicapai (hampir) setiap penghuni kota. Tidak ada satu pun pihak yang berhak mengklaim diri sebagai pemilik dan membatasi akses ke ruang publik sebagai sebuah mimbar politik.
Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam kurun  waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang terbuka hijau seperti taman kota, hutan dan sebagainya.  Dilihat dari sifatnya ruang terbuka bisa dibedakan menjadi ruang terbuka privat (memiliki batas waktu  tertentu untuk mengaksesnya dan kepemilikannya bersifat pribadi, contoh halaman rumah tinggal), ruang terbuka semi privat (ruang  publik yang kepemilikannya pribadi namun bisa diakses langsung oleh masyarakat, contoh Senayan, Ancol)  dan ruang terbuka umum (kepemilikannya oleh pemerintah dan bisa diakses langsung oleh masyarakat tanpa batas  waktu tertentu, contoh alun-alun, trotoar). Selain itu ruang terbuka pun bisa diartikan sebagai ruang interaksi (Kebun Binatang, Taman rekreasi, dll).
Ditinjau dari pengertian di atas, ruang terbuka tidak selalu harus memiliki bentuk fisik (baca: lahan dan lokasi) definitif. Dalam bahasa arsitektur, ruang terbuka yang telah berwujud fisik ini sering juga disebut sebagai ruang publik, sebutan yang sekali lagi menekankan aspek aksesibilitasnya.
 Stephen Carr dalam bukunya Public Space, ruang publik harus bersifat responsif, demokratis, dan  bermakna. Ruang publik yang responsif artinya harus dapat digunakan untuk berbagai kegiatan dan  kepentingan luas. Secara demokratis yang dimaksud adalah ruang publik itu seharusnya dapat dimanfaatkan masyarakat umum tanpa harus terkotak-kotakkan akibat perbedaan sosial, ekonomi, dan budaya.  Bahkan, unsur demokratis dilekatkan sebagai salah satu watak ruang publik karena ia harus dapat  dijangkau (aksesibel) bagi warga dengan berbagai kondisi fisiknya, termasuk para penderita cacat tubuh  maupun lansia.
Ruang-ruang terbuka  atau ruang-ruang publik ditinjau dari bentuk fisiknya dapat rupa Ruang Terbuka Hijau dan/atau Ruang Terbuka Binaan (Publik atau Privat)

  1. RUANG TERBUKA HIJAU  (Green Openspaces)
Secara definitif, Ruang Terbuka Hijau (Green Openspacesadalah kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat  tertentu, dan atau sarana lingkungan/kota, dan atau pengamanan jaringan prasarana, dan atau budidaya  pertanian. Selain untuk meningkatkan kualitas atmosfer, menunjang kelestarian air dan tanah, Ruang Terbuka Hijau (Green Openspaces) di tengah-tengah ekosistem perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas lansekap kota.
Sejumlah areal  di  perkotaan, dalam beberapa dasawarsa terakhir  ini,  ruang publik,  telah tersingkir akibat pembangunan gedung-gedung yang cenderung berpola “kontainer” (container  development)yakni bangunan yang secara sekaligus dapat menampung berbagai aktivitas sosial ekonomi, seperti Mall, Perkantoran, Hotel, dlsbnya, yang berpeluang menciptakan kesenjangan antar lapisan masyarakat. Hanya orang-orang kelas menengah ke atas saja yang “percaya diri” untuk  datang ke tempat-tempat semacam itu.
Ruang terbuka hijau yang ideal adalah 30 % dari luas wilayah. Hampir disemua kota besar di Indonesia, Ruang terbuka hijau saat ini baru mencapai 10% dari luas kota. Padahal ruang terbuka hijau diperlukan untuk kesehatan, arena bermain, olah raga dan komunikasi publik. Pembinaan ruang terbuka hijau harus mengikuti struktur nasional atau daerah dengan standar-standar yang ada.
Contoh, Curtibas, sebuah kota di Brazil yang menjadi bukti keberhasilan penataan ruang yang mengedepankan RTH di perkotaan. Melalui berbagai upaya penataan ruang seperti pengembangan pusat perdagangan secara linier ke lima penjuru kota, sistem transportasi, dan berbagai insentif pengembangan kawasan, persampahan dan RTH, kota tersebut telah berhasil meningkatkan rata-rata luasan RTH per kapita dari 1 m2 menjadi 55 m2 selama 30 tahun terakhir. Sebagai hasilnya kota tersebut sekarang merupakan kota yang nyaman, produktif dengan pendapatan per kapita penduduknya yang meningkat menjadi dua kali lipat. Hal tersebut menunjukkan bahwa anggapan pengembangan RTH yang hanya akan mengurangi produktivitas ekonomi kota tidak terbukti.
Kebijaksanaan pertanahan di perkotaan yang sejalan dengan aspek lingkungan hidup adalah jaminan terhadap kelangsungan ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau ini mempunyai fungsi “hidro-orologis”, nilai estetika dan seyogyanya sekaligus sebagai wahana interaksi sosial bagi penduduk di perkotaan. Taman-taman di kota menjadi wahana bagi kegiatan masyarakat untuk acara keluarga, bersantai, olah raga ringan dan lainnya. Demikian pentingnya ruang terbuka hijau ini, maka hendaknya semua pihak yang terkait harus mempertahankan keberadaannya dari keinginan untuk merubahnya.
Ruang Terbuka Hijau (Green Openspaces) terdiri dari Ruang Terbuka Hijau Lindung (RTHL) Dan Ruang Terbuka  Hijau Binaan (RTH Binaan).
Ruang Terbuka Hijau Lindung (RTHL) adalah ruang atau kawasan yang lebih luas, baik dalam bentuk areal memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat terbuka/ umum, di dominasi oleh tanaman yang tumbuh secara alami atau tanaman budi daya.
Kawasan hijau lindung terdiri dari cagar alam di daratan dan kepulauan, hutan lindung, hutan wisata, daerah pertanian, persawahan, hutan bakau, dsbnya.
Ruang Terbuka Hijau Binaan (RTHB) adalah ruang atau kawasan yang lebih luas, baik dalam bentuk areal memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat terbuka/ umum, dengan permukaan tanah di dominasi oleh perkerasan buatan dan sebagian kecil tanaman.
Kawasan/ruang  hijau terbuka binaan sebagai upaya menciptakan keseimbangan antara ruang terbangun dan ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai paru-paru kota, peresapan air, pencegahan polusi  udara dan perlindungan terhadap flora.

Ruang Terbuka Hijau di Dalam Negeri
 Hampir semua studi mengenai perencanaan kota (yang dipublikasikan dalam bentuk rencana umum tata ruang kota dan pendetailannya) menyebutkan bahwa kebutuhan ruang terbuka di perkotaan berkisar antara 30% hingga 40%, termasuk di dalamnya bagi kebutuhan jalan, ruang-ruang terbuka perkerasan, danau, kanal, dan lain-lain. Ini berarti keberadaan ruang terbuka hijau (yang merupakan
sub komponen ruang terbuka) hanya berkisar antara 10 % – 15 %.
Kenyataan ini sangat dilematis bagi kehidupan kota yang cenderung berkembang sementara kualitas lingkungan mengalami degradasi/kemerosotan yang semakin memprihatinkan. Ruang terbuka hijau yang notabene diakui merupakan alternatif terbaik bagi upaya recovery fungsi ekologi kota yang hilang, harusnya menjadi perhatian seluruh pelaku pembangunan  yang dapat dilakukan melalui gerakan sadar lingkungan, mulai dari level komunitas  pekarangan hingga komunitas pada level kota.
Di Surabaya, kebutuhan ruang terbuka hijau yang dicanangkan oleh Pemerintah Daerah sejak tahun 1992 adalah 20 – 30%. Sementara kondisi eksisting ruang terbuka hijau baru mencapai kurang dari 10% (termasuk ruang terbuka hijau pekarangan). Hasil studi yang dilakukan oleh Tim Studi dari Institut Teknologi 10 November Surabaya tentang  Peranan Sabuk Hijau Kota Raya tahun 1992/1993 menyebutkan bahwa luas RTH berupa taman, jalur hijau, makam, dan lapangan olahraga adalah + 418,39 Ha, atau dengan kata lain pemenuhan kebutuhan RTH baru mencapai 1,67 m2/penduduk. Jumlah ruang terbuka hijau tersebut sangat tidak memadai jika perhitungan standar kebutuhan dilakukan dengan menggunakan hasil proyeksi Rencana Induk Surabaya 2000 saat itu yaitu 10,03 m2/penduduk.
Di Jogyakarta, luas ruang terbuka hijau kota berdasarkan hasil inventarisasi Dinas Pertamanan dan Kebersihan adalah 51.108 m2atau hanya sekitar 5,11 Ha (1,6% dari luas kota), yang terdiri dari 62 taman, hutan kota, kebun raya, dan jalur hijau. Bila jumlah luas tersebut dikonversikan dalam angka rata-rata kebutuhan penduduk, maka setiap penduduk Yogyakarta hanya menikmati 0,1 m2 ruang terbuka hijau.
Dibandingkan dengan dua kota yang telah disebutkan di atas, barangkali pemenuhan kebutuhan ruang terbuka hijau bagi penduduk di Kota Bandung masih lebih tinggi. Hingga tahun 1999, tiap penduduk Kota Bandung menikmati + 1,61 m2 ruang terbuka hijau. Angka ini merupakan kontribusi eksisting ruang terbuka hijau yang mencover Kota Bandung dengan porsi + 15% dari total distribusi pemanfaatan  lahan Kota.
Kota yang menerapkan RTH
 Surakarta / solo
Kota Surakarta mempunyai beberapa Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik yang bisa dimanfaatkan keberadaannya, seperti Taman Balekambang, Taman Banjarsari, Taman Air Tirtonadi, Taman Sekartaji, Taman Satwa Taru Jurug, dan rencana beberapa pembangunan taman di tahun 2012 seperti Taman Urban Forest III di wilayah Pucangsawit, Kecamatan Jebres seluas 3.700 m2. Penyediaan RTH merupakan amanat dari UU No.26/2007 tentang penataan ruang di mana disyaratkan luas RTH minimal 30% dari luas wilayah perkotaan.
Rencana RTH Kota Surakarta yang akan dibangun dalam bentuk taman seluas 357 hektare (ha), RTH dalam bentuk Taman Pemakaman Umum (TPU) seluas 50 ha, RTH dalam bentuk sempadan rel kereta api seluas 73 ha dengan sebaran di beberapa kecamatan. Juga terdapat Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) di Kota Surakarta seluas 7 ha yang tersebar di seluruh kawasan kecamatan.

Pembangunan RTH ini melibatkan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP), Dinas Pekerjaan Umum (DPU) dan Badan Lingkungan Hidup (BLH). Peran dinas-dinas ini diantaranya menyediakan tanaman produktif. Meskipun demikian, perawatan RTH yang ditugaskan ke beberapa dinas belum terlaksana dengan baik dan minimnya kerjasama atau koordinasi antar dinas dalam merawat RTH di seluruh wilayah Surakarta.

Tata ruang kota sudah mulai nampak, dengan adanya Ruang Terbuka Hijau (RTH). RTH ini sudah hampir memenuhi seperti undang-undang, yaitu 30%. 20% ruang terbuka hijau dari publik, 10% dari privat. Yang Pemkot sudah lakukan baru 11,9%. Ini pun membutuhkan waktu yang cukup lama, kira-kira hampir 8 bulan untuk menyelesaikan realokasi dan hal-hal lainnya. Salah satu pengamanan aset yang ada di bantaran sungai, Balaitambang, sebagian Sekar Taji. Inilah yang tadinya dari 371 rumah, sekarang menjadi RTH yang kami pasang juga tempat olah raga, tenis meja dari beton, lapangan voli, sebelahnya lagi RTH untuk kepentingan anak-anak, main futsal, outbond. Sudah dibebaskan untuk direalokasi.
city_walk[1]
lansekap-balekambang-3153
taman-air-edit

source :
https://fatahiq.wordpress.com/category/hukum-dan-pranata-pembangunan/
https://triansyah05.wordpress.com/category/hukum-dan-pranata-pembangunan/